Minggu, 04 April 2010

Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah

Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan system ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Terbukti, krisis 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan system bunganya. Berbanding terbalik dengan bank muamalat yang justru mampu bertahan dari badai krisis tersebut dan menunjukan kinerja yang meningkat.

Hal inilah yang mendorong mulai dilirik system ekonomi syariah sebagai salah satu alternative bagi system ekonomi Indonesia. Bahkan apabila ekonomi syariah diterapkan secara maksimal didukung oleh instrumen keuangan dan produk- produk hukum yang memayungi, akan mampu membawa Indonesia menjadi negara kuat secara ekonomi yang berbasis kerakyatan. Untuk itu sangat dibutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat mulai dari pemerintah maupun masyarakat sebagai pelaku dan user.

Dukungan pemerintah dalam hal ini ditandai dengan adanya UU No 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Nasional dan UU No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, adanya Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Perbankan Syariah, dan juga adanya Forum komunikasi Ekonomi Syariah, Masyarakat ekonomi syariah dan penyelenggaraan berbagai festival ekonomi syariah. yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia.

Tumbuhnya bank-bank syariah atau unit usaha syariah merupakan upaya yang dilakukan oleh bank plat merah maupun swasta untuk mendukung perkembangan system ini. Pertumbuhan asset yang dimiliki oleh perbankan syariah sampai dengan Juli 2008 hingga Maret 2009 tercatat 5 bank umum syariah (BUS), 26 unit usaha syariah (UUS) , dan 133 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) dengan Total kantor BUS dan UUS telah mencapai 888 kantor.

Kemudahan dan pelayanan menjadi ujung tombak untuk mengajak masyarakat turut serta mengembangkannya. Seperti Bank Muamalat yang bekerjasama dengan kantor pos untuk produk shar-e, dan atm dengan bank BCA yang notabene mempunyai ATM terbanyak dan tersebar diseluruh penjuru Indonesia.

Tentunya, tak dapat dipungkiri keinginan untuk menumbuh-kembangkan ekonomi syariah harus sejalan dengan kemampuan sumber daya insani yang saat ini masih relative belum banyak memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi syariah dan sebagian besar dari mereka yang bekerja pada bank syariah berasal dari bank konvensional. Penyerapan sumber daya insani berdasarkan data Bank Indonesia per Maret 2009 terdapat 7000 orang yang bekerja pada Bank umum Syariah, 2.178 orang pada Unit usaha Syariah dan 2.644 orang di BPRS.

Didukung penduduknya yang sebagian besar muslim bahkan terbesar didunia dan pemenuhan perangkat yang dibutuhkan, diharapkan perkembangan ekonomi syariah lebih maju seperti halnya negara sahabat Malaysia dan Singapore yang terlihat lebih agresif. (Ayu Safira P).


Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. .Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Sejarah Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia

Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang Islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan, baik untuk nasabah dan bank.

Pada awal tahun 1980-an, rintisan pendirian perbankan syariah mulai dilakukan. Maraknya seminar dan diskusi tentang urgensi bank syariah yang dilakukan masyarakat dan akademisi kian memantapkan langkah itu. Sebagai sebuah uji coba, mereka kemudian mempraktekkan gagasan tentang bank syariah dalam skala kecil. Sejak itu, berdirilah Bait Al-Tamwil Salman di Institut Teknologi Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta.

Keberadaan badan usaha pembiayaan non-bank yang mencoba menerapkan konsep bagi hasil ini semakin menunjukkan, bahwa masyarakat Indonesia membutuhkan hadirnya alternatif lembaga keuangan syariah untuk melengkapi pelayanan lembaga keuangan konvensional yang sudah ada.

Mencermati aspirasi masyarakat untuk memiliki lembaga keuangan syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) selanjutnya menindaklanjuti aspirasi tersebut dengan melakukan pendalaman konsep-konsep keuangan syariah, termasuk sistem perbankan syariah.

Pada tanggal 18-20 Agustus 1990, MUI menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional Keempat MUI di Jakarta pada 22-25 Agustus 1990.

Hasilnya, lahirnya amanat untuk pembentukan kelompok kerja pendirian bank Islam pertama di Indonesia. Kelompok kerja ini disebut Tim Perbankan MUI yang bertugas untuk menindaklanjuti aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut serta melakukan berbagai persiapan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.

Hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ini adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Akte pendirian BMI ditandatangani pada tanggal 1 November 1991 dan BMI mulai beroperasi pada 1 Mei 1992. Selain BMI, pionir perbankan syariah yang lain adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Dana Mardhatillah dan BPR Berkah Amal Sejahtera yang didirikan pada tahun 1991 di Bandung, yang diprakarsai oleh Institute for Sharia Economic Development (ISED).

Dukungan Pemerintah dalam mengembangkan sistem perbankan syariah ini selanjutnya terlihat dengan dikeluarkannya perangkat hukum yang mendukung sistem operasional bank syariah, yaitu Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan PP No. 72 Tahun 1992.

Ketentuan ini menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia, yaitu beroperasinya sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan dengan prinsip bagi hasil. Dalam sistem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta mendukung pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.

Pada tahun 1998, terjadi perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Perubahan itu semakin mendorong berkembangnya keberadaan sistem perbankan syariah di Indoneisa.

Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998, Bank Umum Konvensional diperbolehkan untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah). Dalam UU ini pula untuk pertamakalinya nama "bank syariah" secara resmi menggantikan istilah "bank bagi hasil" yang telah digunakan sejak tahun 1992.

Dalam perjalanan waktu, pengalaman membuktikan bahwa sistem perbankan syariah telah menjadi salah satu solusi untuk membantu perekonomian nasional dari krisis ekonomi dan moneter tahun 1998. Sistem perbankan syariah terbukti mampu menjadi penyangga stabilitas sistem keuangan nasional ketika melewati guncangan.

Kemampuan itu semakin mempertegas posisi sistem perbankan syariah sebagai salah satu potensi penopang perekonomian nasional yang layak diperhitungkan.

Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.

Dengan positioning khas perbankan syariah sebagai "lebih dari sekedar bank" (beyond banking), yaitu perbankan yang menyediakan produk dan jasa keuangan yang lebih beragam serta didukung oleh skema keuangan yang lebih bervariasi, diyakini bahwa di masa mendatang minat masyarakat Indonesia akan semakin tinggi untuk menggunakan bank syariah. Dan pada gilirannya, hal tersebut akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional, bersama-sama secara sinergis dengan bank konvensional dalam kerangka Dual Banking System (sistem perbankan ganda) Arsitektur Perbankan Indonesia (API).

Perbankan Syariah Dan Optimisme Menatap 2009

2009-01-19

Tahun 2008 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi sistem keuangan, baik domestik maupun global. Krisis yang bermula dari suprime mortage telah mengganggu stabilitasi sistem keuangan. Pertumbuhan industri perbankan syariah pada 2008 cukup meredup justru ketika diprediksikan bisa mencetak sejarah menguasai 5% aset perbankan nasional. Dana pihak ketiga hanya tumbuh 22,88%, jauh lebih rendah dari pertumbuhan 2007 sebesar 35,46%. Berdasarkan data Bank Indonesia, hingga November 2008, bank syariah syariah membukukan dana pihak ketiga Rp34,42 triliun dari posisi akhir 2007 sebesar Rp28,01 triliun. Pada akhir 2006, bank jenis ini menghimpun dana Rp20,67 triliun.

Dari sisi aset, dalam sebelas bulan 2008 terjadi pertumbuhan Rp10,64 triliun atau 29,12% dari akhir 2007 sebesar Rp36,53 triliun. Namun, ini pun tak cukup untuk melampaui persentase pertumbuhan 2007 sebesar 36,71%. Berbagai upaya mendongkrak pertumbuhan bank syariah sebenarnya telah dilakukan pada paruh pertama tahun ini. Salah satunya adalah pengadaan lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Syariah. Hanya saja, ini tak cukup menarik terbukti dari penempatan dana di BI justru tinggal Rp3,5 triliun dari akhir 2007 sebesar Rp 4,8 triliun. Selain itu, Undang Undang Perbankan Syariah sudah disahkan pada kuartal pertama 2008. Terakhir, pemerintah pada 24 Agustus 2008 melelang obligasi negara syariah (sukuk) perdana. Namun, minat perbankan syariah pada instrumen tersebut juga cukup menggembirakan. Ini terbukti dari kontribusi penawaran sebesar Rp 780 miliar dari sukuk yang diterbitkan Rp4,69 triliun.

Dari sisi kelembagaan, jaringan operasional perbankan syariah mengalami peningkatan jangkauan yang cukup signifikan sampai dengan triwulan ketiga tahun 2008. Outley pelayanan mengalami penambahan sebanyak 130 kantor cabang dari jaringan kantor dibawah kantor cabangm baik berasal dari BUS dan UUS. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/ kota di 33 proponsi. Partisipasi itu lebih rendah dari asuransi 50,8%. Menurut Agustiono (dosen S2 Universitas Trisakti, UI, Paramadina) bahwa terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun. Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga tumbuh makin pesat, secara fantastis.

Krisis keuangan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius. Di Indonesia prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank syariah di negeri ini, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang. Perkembangan industri lembaga syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini. Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini megalami pertumbuhan pesat. Jika pada tahun 2006 jumlah jaringan kantor hanya 456 kantor, sekarang ini jumlah tersebut menjadi 1440 (Data BI Okt 2008). Dengan demikian jaringan kantor tumbuh lebih dari 200 %. Jaringan kantor tersebut telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak kabupaten/kota. Sementara itu Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) juga bertambah 2 buah lagi, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima Bank Umum Syariah. Pada tahun 2009, akan hadir 8 Bank Umum Syariah lagi, sehingga total Bank Umum Syariah menjadi 12 buah. Secara umum krisis keuangan global belum secara signifikan mempengaruhi kinerja perbankan nasional, dimana pertumbuhan pembiayaan (kredit) perbankan yang masih tinggi dengan tingkat pembiayaan (kredit) bermasalahnya yang masih terjaga di bawah 5%. Jika suku bunga meningkat, maka ia akan menekan pertumbuhan DPK (termasuk aset) perbankan syariah, begitu pula sebaliknya jika suku bunga cenderung turun DPK bank syariah akan meningkat. Pada saat ini suku bunga cendrung menurun, maka DPK di tahun 2009 akan terus meningkat. Pada tahun 2009, bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh. berkembangnya industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini.

Dampak Makro Ekonomi Dan Prospek Perbankan Syariah 2009

Industri perbankan syariah diharapkan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009. Proyeksi ini diambil dengan mempertimbangkan beberapa kondisi: (1). Kinerja permintaan domestik masih relatif tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global (2) industri perbankan syariah nasional masih dalam tahapan perkembangan awal dan belum memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan sistem keuangan global dan tidak memiliki srafitikasi transaksi yang tinggi. Ekposur pembiayaan perbankan syariah masih didominasi olem pembiayaan pada aktivitas perekonomian domestik, artinya masih dapat bertumbuh dengan cepat sebagaimana kinerja pertumbuhan pembiayaan yang tinggi sampai akhir tahun 2008 dengan kinerja pembiayaan yang cukup baik. Disisi lain, Kinerja ekonomi sektor riil berupa peningkatan inflasi diikuti penurunan konsumsi yang terus terjadi sejak awal tahun tahun 2008 memberikan tekanan pada pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mulai triwulan ke-2 tahun 2008. perlambatan pertumbuhan ekonom dunia dalam periode waktu yang cukup panjang akan menyebabkan tekanan liquiditas pada sistem perbankan nasional, termasuk perbankan syariah. Diperkirakan, semakin banyak nasabah korporasi akan menarik dana sebagai implikasi dari penurunan kondisi usaha. Secara makro, otoritas moneter akan berusaha mempertahankan nilai tukar untuk mencegah terjadinya capital outflow yang ditandai oleh peningkatan suku bunga yang relatif tinggi. Sementara itu, ada angin segarnya tersedianya dana investasi global yang berlimpah, terutama yang berasal dari kawasan berpenghasilan minyak bumi dari timur tengah, siap dialirkan ke berbagai tujuan investasi di seluruh dunia. Perkiraan besarnya surplus dana investasi ini mencapai sekitar 1,5 triliun dollar AS pada tahun 2009. perbankan syariah nasional di tahun 2009 diperkirakan masih akan berada pada tahun 2009 diperkirakan masih akan berada dala fase highgrowth-nya. Optimisme tersebut didasarkan pada asumsi, bahwa faktor-faktor yang mempercepat pertumbuhan industri perbankan syariah akan dapat dipenuhi, antara lain : realisasi konversi beberapa UUS (unit-unit syariah) menjadi BUS, implementasi UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, Implementasi UU No. 19 tahun 2009 tentang SBSN (obligasi syariah), dukungan dari amandemen UU Perpajakan.

Bank Syariah Harus Tahan Banting di tengah Badai

Sejumlah negara barat mulai melirik perekonomian syariah sejak terjadi krisis kapitalisme, sebagai salah satu alternatif lantaran perbankan syariah hampir tak tersentuh dampak besar krisis global. Menurut konsultan Batasa Tazkia Consulting, Heriyakto S Harmono, prinsip syariah yang bersifat universal membuatnya dapat diterapkan di berbagai negara, dan dalam hal ini umat islam pun berperan sebagai faktor katalis untuk mengakselerasi pertumbuhan perbangkan syariah, artinya bank syariah harus menunjukan kinerja terbaiknya sebagai mitra sektor riil. Sementara itu, menurut pengamat perbankan syariah dan akademisi, Sofyan S Harahap mengatakan ketahanan perbankan syariah bisa bertahan lama asal saja prinsip syariah benar-benar dijalankan para pelaku, ditengah badai krisis sistem industri syariah nasional justru haru menawarkan keunggulan prinsip-prinsipnya kepada masyarakat dan kondisi harus dimanfaatkan para pelaku usah syariah dengan baik untuk mengembangkan perbankan syariah nasional. Katanya. Sementara itu terkau dengan industri perbankan syariah, bank indonesia (BI) merevisi target pencapaian total aset perbankan nasional dari tahun ini dan tahun depan menjadi tahun 2010. Menurut Deputi BI, Siti Fadjirah dengan diundurnya pencapaian target tersebut karena kondisi ekonomi saat ini memang melambat. Sementara itu, direktur Karim Consulting, Adi Warman Karim mengatakan bahwa ada empat hal yang diterapkan oleh bank syariah kepada bank Indonesia dan pemerintah agar bank syariah berkembang lebih cepat. Pertama, adanya istrumen liquiditas. Kedua, kalau mau tumbuh lebih cepat, kita ingin juga-dan sudah dilakukan pemerintah dengan penurunan kewajiban modal untuk pendirian bank yang baru, yakni Rp. 500 miliar. Ketiga, adanya kejelasan dan kepastian mekanisme spin off. Keempat, yang kita harapkan di Indonesia khsususnya di Bank Syariah persoalan pajak harus benar-benar selesai. Sementara Riawan Amin (Dirut Bank Muamalat) mengajak seluruh pelaku industri perbankan syariah di tahun 2009 agar menjadikan momentum krisis keuangan global sebagai momentum untuk memperbaiki kinerja syariah nasional, justru dalam kondisi krisis seperti ini, perbankan syariah perlu menunjukan kinerja terbaiknya sebagai mitra sektor riil.

Proyeksi Petumbuhan Perbankan Syariah Nasional 2009

Skenario Pesimis

Sekenario Moderat

Skenario Optimis

Proyeksi

pertumbuhan 25 %

Proyeksi

pertumbuhan 37 %

Proyeksi

pertumbuhan 75%

Total aset Rp. 57 triliun

Total aset Rp. 68 triliun

Total aset Rp. 87 triliun

Sumber : Bank Indonesia

10 Mei 2008

PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA, KEMARIN, HARI INI dan MASA YANG AKAN DATANG

Oleh : Adietya Muhlizar, tulisan ini disampaikan secara singkat pada Presentasi Trainer Idol, dalam Sharia Economics Training (SET) yang di selenggarakan oleh Forum Silahturahmi Studi Ekonomi Islam Lampung (FOSSEIL), Bandar Lampung, 4 Mei 2008, dengan judul Evaluasi dan Prospek Perbankan Syariah.

Pendahuluan

Perbankan merupakan salah satu Lembaga Keuangan yang memiliki pengaruh besar dalam roda perekonomian masyarakat. Bank adalah sebuah lembaga bagi masyarakat untuk menyimpan uang mereka dan juga bank menjadi tempat peminjaman uang di saat ada yang membutuhkan. Seiring dengan berjalannya waktu, bank telah menjadi sebuah kebutuhan hidup bagi manusia.

Bank yang diharapakan bisa menjadi solusi bagi masalah perekonomian masyarakat ternyata memiliki sisi negatif. Sisi negatif tersebut berupa sistem bunga atau dikenal dengan Riba. Sistem bunga atau Riba ini terdapat pada perbankan konvensional atau yang secara ekstrem bisa disebut Bank dengan Sistem Kapitalis. Sistem bunga atau Riba sangat meresahkan nasabah karena sistem ini dinilai terlalu menguntungkan pihak bank, terutama dalam menjalankan perannya sebagai kreditur, walaupun nasabah sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Dengan kata lain, riba telah menzalimi nasabah.

Sistem bunga atau Riba juga menyebabkan kerusakan dalam perekonomian suatu negara. World Bank mencatat, hutang negara-negara berkembang pada tahun 1982 mencapai 715 milyar dolar dan beban bunga yang harus dibayarkan sebesar 66 milyar dolar (World Bank, 1984). Kondisi ini mengalami puncaknya ketika pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi cukup parah yang melanda beberapa negara termasuk Indonesia.

Islam sebagai agama yang sempurna memberikan solusi atas permasalahan-permasalahan yang terjadi karena sistem bunga pada perbankan. Islam yang mencakup aspek Fikih, dalam hal ini Fikih muamalah telah menjawab permasalahan di atas dengan adanya Bank-Bank berbasis sistem ekonomi Islam atau dikenal dengan ekonomi syariah yang tidak mengenal sistem bunga atau riba. Sistem ekonomi Islam berorientasi pada dunia dan akhirat.

Dimulai dengan didirikannya Mit Ghamr Local Saving Bank pada tahun 1963 di Mesir, pada hari ini telah banyak bermunculan bank-bank syariah. Tidak hanya di negara-negara yang berpenduduk bermayoritas muslim seperti Indonesia, negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Inggris pun saat ini sedang giat-giatnya mendirikan bank dengan sistem syariah karena memang diyakini, bank dengan sistem syariah lebih menguntungkan, baik pihak bank dan terutama pihak nasabah sehingga bisa lebih menarik minat masyarakat luas untuk menggunakan jasa-jasa perbankan syariah.


Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah adalah lembaga investasi dan perbankan dan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sumber dana yang didapatkan harus sesuai dengan syara’, alokasi investasi yang dilakukakan bertujuan untuk menumbuhkan ekonomi dan sosial masyarakat serta melakukan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah. Dari definisi tersebut jelas bahwa perbankan syariah tidak hanya semata-mata mencari keuntungan dalam operasionalnya akan tetapi terdapat nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan spititualisme yang ingin dicapai.

Eksistensi perbankan syariah di Indonesia ditandai dengan dibentuknya PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk pada tahun 1991 diprakarsai oleh Majelis ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasionalnya pada tahun 1992. Sewaktu terjadi krisis ekonomi moneter di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dengan sistem syariahnya menjadi satu-satunya bank yang tidak terimbas dampak krisis ekonomi moneter tersebut.

Konsep Ekonomi Syariah diyakini menjadi “sistem imun” yang efektif bagi Bank Muamalat Indonesia sehingga tidak terpengaruh oleh gejolak krisis ekonomi pada waktu itu ternyata menarik minat pihak perbankan konvensional untuk mendirikan Bank yang juga memakai sistem syariah. Pada tahun 1999, perbankan syariah berkembang luas dan booming pada tahun 2004.

Hingga hari ini, sudah berdiri tiga bank yang beroperasi dengan sistem syariah atau bank umum syariah. Ketiga bank tersebut adalah Bank Muamalat Indoenesia, Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Belum lagi ditambah dengan Unit Usaha Syariah dari bank-bank konvensional seperti BNI Syariah, BRI Syariah, HSBC Ltd, dll. Bank Pembanguan Daerah (BPD) pun tidak mau ketinggalan untuk membuka Unit Usaha Syariah seperti Bank Sumsel Syariah. Dan perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin semarak dengan hadirnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).

Dengan perkembangan yang cukup signifikan ini, perbankan syariah nantinya bisa menjadi salah satu pancang perekonomian Indonesia yang kuat dan menjadi solusi terbaik terhadap permasalahan-permasalahan perekonomian yang ada di masyarkat saat ini, terutama bagi mereka yang memiliki Usaha Kecil dan Menengah, yang sangat membutuhkan pinjaman dana dari bank untuk usahanya.
Realita Perbankan Syariah di Indonesia Pada Hari Ini

Tak ada gading yang tak retak. Tampaknya pribahasa itulah yang sesuai dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini. Di balik perkembangan perbankan syariah yang diinilai cukup baik, ternyata perbankan syariah masih memiliki beberapa permasalahan.

Permasalahan pertama datang dari internal perbankan syariah itu sendiri. Perkembangan perbankan syariah yang baik tidak diimbangi dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik dari karyawan perbankan syariah terhadap perbankan syariah dan ekonomi Islam. Sehingga adanya anggapan di masyarakat, kinerja bank syariah tidak sebaik kinerja bank konvensional. Hal ini bisa berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah.

Kedua, bank syariah masih memiliki fasilitas-fasilitas yang belum terintegrasi dengan baik, terutama fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Bank syariah masih menggunakan mesin ATM bank lain jika nasabahnya ingin melakukan transaksi melalui mesin ATM. Meskipun ini merupakan kemudahan dari layanan ATM bersama, dimana nasabah yang memiliki kartu ATM dari bank tempat ia mempunyai nomor rekening bisa melakukan transaksi di mesin ATM bank lain, layanan ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi nasabah. Ketidaknyamanan tersebut adalah nasabah akan dikenakan fee jika menggunakan mesin ATM bank lain untuk bertransaksi (misalnya tarik tunai, cek saldo, transfer, dll).

Ketiga, jumlah cabang bank syariah di beberapa daerah juga masih sangat terbatas. Hal ini berdampak minimnya masyarakat yang menggunakan jasa perbankan syariah. Market share perbankan syariah pun menjadi tidak begitu tinggi. Seperti yang diungkapkan Drs. Agustianto, M. Ag, Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), market share perbankan syariah belum mencapai 2 % dari total asset bank secara nasional.

Selanjutnya, permasalahan juga datang dari regulasi tentang perbankan syariah. Belum disahkannya Rancangan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang oleh anggota Dewan, menjadi permasalahan sendiri bagi pihak perbankan syariah karena belum ada regulasi yang jelas tentang perbankan syariah. Padahal RUU ini sudah diajukan sejak bulan Februari 2006, berbeda dengan RUU Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang baru-baru ini disahkan menjadi Undang-Undang sejak pengajuannya pada Maret 2007.

Dan puncak dari permasalahan di atas adalah, kurangnya sosialisasi di masyarakat tentang perbankan syariah. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang kurang baik tentang bank syariah. Seperti, masyarakat masih beranggapan sistem bunga pada bank konvensional sama saja dengan sistem bagi hasil pada bank syariah sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan jasa perbankan konvensional yang dinilai telah berpengalaman dalam menjalankan usaha perbankan walalupun sebenarnya perbankan konvensional memberikan sesuatu yang negatif bagi nasabahnya, baik dari segi dunia maupun akhirat.

Perbankan Syariah di Indonesia Pada Hari Esok

Setelah mengetahui realita perbankan syariah di Indonesia seperti yang dijelaskan sebelumnya, membuat kita menjadi pesimis terhadap prospek perbankan syariah di saat yang akan datang ? Rasanya kita tidak perlu pesimis karena perbankan syariah masih memiliki prospek yang lebih cerah di hari esok.

Seperti yang Allah jelaskan di Al Quran, Surat Ar Rad ayat 11, “Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai kaum tersebut mengubah keadaannya sendiri.” Bank syariah masih bisa tumbuh lebih baik lagi dari saat ini jika memang serius melakukan perubahan dan perbaikan.

Apa yang menjadi permasalahan saat ini harus segera dibenahi. Mulai dari intern perbankan syariah itu sendiri (misalnya up grading knowledge karyawan perbankan syariah tentang ekonomi Islam) sampai masalah pengesahan RUU Perbankan Syariah yang harus disegerakan pengesahannya.

Perbaikan sangat diperlukan mengingat perbankan syariah sangat berpotensi menguatkan perekonomian negara. Perbankan syariah juga mendapat dukungan dari Lembaga Keuangan Islam di seluruh dunia sehingga nantinya membantu perkembangan perbankan syariah maupun perekonomian negara menuju arah yang lebih baik.

Satu hal penting yang juga tidak boleh dilupakan adalah memaksimalkan sosialisasi perbankan syariah di masyarakat. Jika masyarakat sudah memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah dan ekonomi Islam, maka masyarakat tidak ragu lagi terhadap perbankan syariah. Sehingga, market share bank syariah akan lebih meningkat dan mampu melampaui target Bank Indonesia, yaitu pada Desember 2008, market share bank syariah bisa mencapai 5 % dari total asset bank secara nasional. Masyarakat pun Insya Allah akan diridhoi Allah karena sudah menerapakan hukum dan aturan-Nya terutama dalam bidang ekonomi. Apa lagi dewasa ini sudah banyak lembaga-lembaga kajian ekonomi Islam, baik untuk masyarakat umum atau kalangan tertentu seperti mahasiswa.

Harapan-harapan ke arah perbankan syariah yang lebih baik dari hari ini masih sangat besar. Pintu ke arah itu masih terbuka lebar asalkan semua pihak yang terlibat dalam perbankan syariah benar-benar serius memperbaiki keadaan yang terjadi saat ini serta selalu Istiqomah di Allah yang menuntun kebahagian dunia dan akhirat.

Jika semua permasalahan dan keadaan saat ini sudah dibenahi, Insya Allah perbankan syariah di Indonesi akan menjadi lebih baik dari hari. Allahu Akbar!!!


sumber: http://www.google.com/sejarah-perkembangan-perbankan-syariah
by: Isnania (D3 EPS semester 4)

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus